Sudah setahun kita memilih Jokowi, kini kita menghadapi cobaan kelesuan ekonomi yang lumayan berat. Pemerintah pun mencabut subsidi dari sana-sini. Tentu saja mereka yang tidak pernah senang Jokowi masih ingat dengan kata-kata Jokowi “Dananya ada, tinggal mau kerja atau tidak!”
Memang dari mana dananya berasal? Bukankah selama tahun 2015 ini kelihatan bahwa Jokowi keteteran dalam mendanai pemerintahannya? Untuk memahaminya ada baiknya kita menengok dulu ke belakang. Pada saat Jokowi berbicara seperti itu ada baiknya kita memperkirakan apa yang ada di pikiran Jokowi (dan tim suksesnya) pada saat itu. Apakah Jokowi saat itu benar-benar berpikiran seperti itu ataukah itu hanya sekedar janji manis saja?
Optimisme, itulah yang saya perkirakan ada dalam pandangan Jokowi dan tim suksesnya. Pemerintahan SBY membawa stabilitas dan perbaikan ekonomi signifikan. Banyak dana disebarkan langsung ke masyarakat, banyak pula beasiswa disebar bagi putra-putri bangsa. Tentu saja diantara kita ada yang berpikir bahwa sebaiknya dana yang besar itu digunakan untuk perbaikan infrastruktur di kawasan tertinggal Indonesia.
Dari beberapa sisi perbaikan ekonomi pada masa SBY amatlah mengagumkan. Rasio hutang luar negeri dan Produk Domestik Bruto Indonesia turun hingga hanya berkisar 24-28%. Tidak heran bila setahun lalu ada yang menganjurkan bahwa Indonesia sebaiknya berhutang lagi untuk membangun infrastruktur. Namun artikel ini keluar pada saat yang sama ketika mulai muncul peringatan akan adanya kelesuan ekonomi pada paruh kedua 2014. Tampaknya memang benar Jokowi dan timnya terlena oleh kondisi ekonomi pemerintahan SBY.
Kini paruh pertama tahun 2015 sudah lewat. Kita melihat lesunya ekonomi dunia. Bursa saham Tiongkok yang berkembang amat pesat setahun terakhir lesu pada tiga bulan terakhir. Yunani yang pemerintahnya tidak mampu membiayai dirinya saat ini harus melego asetnya sebanyak €50 Milyar untuk mendapatkan bantuan dari negara-negara Eropa lainnya. Kondisi yang buruk ini pada beberapa tingkat juga dialami oleh Indonesia.
Cerita Jokowi memang tampak seperti optmisme dan impian yang hancur dimakan kenyataan dunia. Calm down, Doctor! Now’s not the time for fear. That comes later.