Stelah inconvenient truth (2006) keluar dunia mulai dihinggapi kesadaran mengenai perubahan iklim. Tak perlu kita perdebatkan apakah perubahan iklim ini anthropogenik ataukah ini sekedar siklus alam. Dari kesadaran ini ke Indonesia trend untuk mengganti tas kresek dengan tas jenis baru: tote bag.
Sewaktu jalan-jalan di Gramedia Yogyakarta kemarin saya menemui sepenggal kalimat “… dapatkan tas tote bag…”
Eeeh? TAS TOTE BAG?!
Gatel rasanya mata saya melihat istilah macam ini. Lihat saja dalam frasa tersebut kita temui kata tas dan bag yang artinya sama-sama aja, hanya beda bahasa. Ndak efektif.
Apa sih susahnya meng-Indonesiakan kata “tote?” Saya coba bertanya pada juru tarjamah google, hasilnya:
Walah, rupa-rupanya terjemahan literalnya ndak ada yang pas buat kita. Saya coba cari gambar “tas gendong” yang muncul justru tas-tas ransel yang wujudnya berbeda jauh dengan tote bag.
Saya ndak putus asa. Yang saya bayangkan dengan tas kresek dan tote bag yang menggantikannya adalah ibu-ibu yang menenteng belanjaannya. Dus saya coba cari gambar “tas tenteng.”
Voila!
Ternyata hasil pencarian google menunjukkan bahwa tas tenteng bermacam-macam namun yang paling sederhana wujudnya sama dengan tote bag.
Ternyata bila kita gali sudah ada padanan atas tote bag meski ndak literal sama. Mengapa kita harus tetap menggunakan istilah dan frasa asing? Mari kita gunakan kata tas tenteng sebagai pengganti tote bag.