Edward Said mungkin menggerutu tentang para orientalis yang membuat imaji tentang orient dan memaksakan citra tersebut pada orient yang mengalami dan hidup di dalamnya. Bila itu adalah cara Edward Said memandang orientalisme, maka saya memiliki pandangan lain terhadap Benedict R.O.G. Anderson.
Sulit bagi saya untuk segera percaya bahwa ia meninggal di Malang pada hari minggu 13 Desember 2015 kemarin. Baru saja ia memberikan kuliah terakhirnya di Universitas Indonesia,tiba-tia ia sudah dipanggil kembali menghadap Tuhan. Kita kehilangan seorang cendekiawan asing yang sedemikian cinta pada Indonesia.
Ia adalah orang kiri. Hal ini tidak dapat dibantah dari cara ia berpihak pada mereka yang dianggap lemah. Lihatlah bukunya Revolusi Pemuda yang melihat revolusi dari para pemuda. Di sisi lain kita bisa melihat bagaimana ia menelan mentah-mentah pernyataan PKI bahwa peristiwa 1965 adalah masalah internal Angkatan Darat ataupun pleidoi Abdul Latief bahwa Soeharto tahu gerakan tersebut.
Dalam buku fenomenalnya Imagined Communities terlihat bahwa ia sungguh meresapi nasionalisme yang terjadi di berbagai bangsa termasuk pengalaman Indonesia. Membaca buku ini kita akan paham kemunculan rasa kebangsaan Indonesia kita dan bagaimana kita meejawantahkannya dalam kehidupan modern.
Diantara buku-bukunya saya baru khatam Komunitas Terbayang saja. Belum ada kesempatan mengakuisisi Kuasa Kata maupun Revolusi Pemuda, apalagi Di Bawah Tiga Bendera. Namun sekian artikel jurnal darinya yang sudah saya baca sungguh menawan.
Sebagai anak hasil imperium Inggris, lahir di Tiongkok dari keluarga Irlandia, yang kedekatannya dengan Inggris menyebabkan sulit diterima nasionalis Irlandia mungkin ia sulit menemukan kebangsaan sejatinya. Namun di Indonesia ia menemukan tempat dengan damai melepas nafas terakhir.