Misuh-Misuh Minggu

Indonesia bukanlah Somalia atau Ethiopia yang rakyatnya ditimpa kelaparan dari waktu ke waktu dan selalu bergantung pada bantuan Internasional. Sejak zaman tanam paksa, liberalisasi perkebunan dan tambang, kegagalan ekonomi orde lama, hingga kemakmuran yang tak merata zaman orba rakyat kebanyakan tetap bisa hidup tidak lain karena sektor informal yang tetap berjalan.

Namun sektor informal ini bukanlah tanpa biaya sosial. Pada masa Belanda masih berkuasa pemerintah dapat mentertibkan lima kaki di sisi jalan. Namun karena namanya bangsa sudah merdeka maka tidak ada yang mengatur lagi, lima kaki di sisi jalan pun beralih dari ruang publik dipaksa menjadi ruang ekonomi.

Inilah yang dihadapi oleh UGM. Ia menyediakan diri sebagai ruang publik yang terbuka bagi kegiatan masyarakat. Namun banyak yang tidak paham perbedaan antara ruang publik dan ruang ekonomi. Pada satu waktu lahan publik UGM dibuka untuk masyarakat melakukan kegiatan ekonomi, Sunday Morning namanya. Namun kini ada usaha untuk membersihkan UGM dari kegiatan ini.

Things get ugly.

>> JOGJA TODAY: Pagi ini karena pagar dikunci, para pedagang Sunmor mencoba membuka dengan paksa dan akhirnya para pedagang berhasil menjebol pagar & masuk ke area Sunmor.

Sebetulnya sayah pribadi ndak begitu masalah jika sebagian wilayah UGM digunakan untuk kegiatan ekonomi. Tentu saja pembatasan diperlukan demi kenyamanan bersama. Bukan jumlah pedagangnya saja yang masalah, namun masalahnya adalah perilaku kita semua ketika SunMor. Sejak dari jalan Prof Yohanes (Sagan) sudah terlihat hal yang membuat saya sebal.

Parkiran. Sama seperti masalah lima kaki tadi, bangsa ini merasa bebas merdeka mengambil alih jalan umum. Padahal yang mengurus parkir ini bukanlah pedagang SunMor tersebut.